Modul 1 – Pendahuluan (Introduction to Theology)
Sesi – #2
Memahami Teologi
Saya bukan pendeta atau pengkhotbah, untuk apa belajar teologi?
MEMAHAMI MAKNA TEOLOGI DAN BAGAIMANA MELAKUKANNYA DENGAN BAIK DAN BENAR
Tujuan:
Dalam Sesi ini anda akan menemukan sebuah kenyataan bahwa setiap orang bukan hanya perlu untuk belajar teologi melainkan juga menyadari bahwa sesungguhnya setiap orang adalah seorang teolog, hanya saja teolog yang baik atau yang buruk. Memahami arti teologi dan manfaat besar yang dapat diperoleh lewat pelatihan teologi ini bukan hanya membantu anda untuk menjadi seorang teolog yang baik melainkan juga akan mengubah cara pandang anda dalam melihat setiap aspek kehidupan anda sesuai dengan iman kekristenan yang Alkitabiah.
Sudah seringkali kita mendengar alasan dari banyak orang yang menolak untuk menyediakan waktunya belajar teologi. Istilah teologi sepertinya terlalu besar bagi kebanyakan orang. Teologi seolah-olah merupakan barang yang unik dan hanya diperuntukan bagi orang-orang yang sangat khusus saja. Teologi seolah-olah dipersiapkan hanya untuk para pendeta dan pengkhotbah. Ini merupakan sebuah kekeliruan yang besar, sesungguhnya setiap orang melakukan teologi setiap hari di dalam kehidupan tanpa disadarinya.
Berikut ini merupakan beberapa alasan mengapa banyak orang menghindar untuk belajar teologi:
- “Saya bukan pendeta atau pengkhotbah, saya tidak perlu belajar teologi!”
- “Saya sudah tidak memiliki kemampuan untuk belajar lagi.”
- “Semakin belajar semakin bingung…”
- “Takut sesat…”
- “Belum ada kesempatan untuk belajar,”
- dan lain sebagainya…
Makna dari teologi dan mengapa anda harus peduli.
Sebenarnya alasan-alasan yang disebutkan di atas hanyalah merupakan sebuah kesalah-pahaman atau ketidak-mengertian dari arti teologi itu sendiri. Secara sederhana, Teologi adalah ilmu yang mempelajari tentang Allah (Millard Erickson). Agustinus mendefinisikan Teologi sebagai “sebuah diskusi rasional tentang ketuhanan.” Arti lainnya adalah: “”Ilmu tentang Allah dan hubungan antara Allah dan alam semesta” (A.H. Strong), dan “Berpikir tentang Allah dan meyampaikan pikiran itu dengan cara tertentu” (Charles Ryrie).
Berdasarkan Webster’s Dictionary, teologi diartikan sebagai: “Ilmu tentang Allah atau Agama; ilmu yang berkaitan dengan keberadaan, karakter dan atribusi Allah, hukum-hukum-Nya dan pemerintahan-Nya, doktrin supaya kita percaya dan kewajiban-kewajiban yang harus kita laksanakan; keilahian; (secara umum) pengetahuan yang berasal dari Alkitab, pernyataan yang sistematis dari kebenaran yang dinyatakan, ilmu tentang iman Kristen dan kehidupan.”
Jadi, jika kita memperhatikan secara seksama dari penjelasan-penjelasan diatas berkaitan dengan makna dari kata teologi, maka kita harus menyadari bahwa kita melakukan teologi setiap hari di dalam kehidupan kita. Dan oleh karenanya, setiap kita juga adalah merupakan seorang teolog. Siapa saja yang termasuk sebagai seorang teolog? Mereka adalah orang-orang yang bertanya tentang pertanyaan-pertanyaan pokok tentang kehidupan ini:
- Mengapa saya berada disini?
- Apakah arti kehidupan?
- Apa yang terjadi setelah kematian?
- Apa bedanya antara kebenaran dan kesalahan?
- Mengapa sesuatu terjadi?
- Darimana segala sesuatunya ini ada?
- “Why is there something instead of nothing”
- Dan lain sebagainya.
Pertanyaan sederhana lainnya, “mengapa anda berdoa sebelum makan?” “siapakah Yesus itu?” dan seterusnya. Tidak cukup hanya mengatakan bahwa yang terpenting adalah pergi ke gereja setiap hari minggu dan melakukan persepuluhan. Semua pertanyaan-pertanyaan seperti ini memerlukan sebuah jawaban yang baik dan alkitabiah. Kita harus memberikan jawaban yang baik dan benar ketika seseorang bertanya kepada kita, “siapakah Yesus itu?” “Mengapa Tuhan bisa mati?” Saat kita menjawab semua pertanyaan-pertanyaan ini, tanpa disadari, sesungguhnya kita sudah berteologi. Jika kita tidak berteologi maka sama saja dengan mengatakan bahwa kita sudah melalaikan tugas-tugas kita untuk menceritakan segala sesuatu berkenaan dengan Allah kita dengan baik dan benar (1 Peter 2:9 ). (Baca artikel: Amanat Agung yang Terabaikan)
Mungkin pertanyaan yang penting buat kita adalah bukan tentang “siapakah seorang teolog itu?” sebab sesungguhnya kita semua adalah seorang teolog saat berbicara isu-isu berkaitan segala sesuatu tentang kehidupan ini. Pertanyaan yang tepat ditujukan kepada diri kita sendiri adalah “akan menjadi teolog seperti apa saya ini?” Apakah saya akan menjadi seorang teolog yang baik atau yang buruk? Sesungguhnya, pertanyaan seperti inilah yang lebih tepat.
“Pertanyaannya adalah bukan “Siapakah teolog itu?” tetapi “akan menjadi teolog yang seperti apa saya ini?” Apakah saya akan menjadi seorang teolog yang baik atau yang buruk? Pertanyaan inilah yang lebih tepat, seperti seorang penulis menuliskan, “tidak semua teolog itu sama.”
Bagaimana seharusnya kita berteologi dengan baik?
Ada cara-cara beteologi dimana suatu kebenaran yang diyakini oleh seseorang di peroleh tanpa dasar yang kuat dan tidak memiliki bukti yang dapat dipertanggung-jawabkan (kabar burung) dan ada pula cara-cara yang baik dimana sebuah kebenaran bisa dipertanggung-jawabkan dengan baik. Lalu, bagaimanakah sikap yang seharusnya kita miliki di dalam berteologi dengan baik dan benar?
Terdapat 6 arena dimana kita dapat melakukan teologi. Ke enam arena berteologi ini adalah sebagai berikut:
- Tabloid Theologian : Seseorang yang membangun pemahaman teologinya berdasarkan kabar angin yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan, tidak memiliki fakta, atau sedikit sekali bukti yang dapat dipercaya.
- Contoh : malaikat yang menumpang kendaraan dan menghilang tiba-tiba setelah menceriterakan apa yang akan terjadi; selang air yang tadinya kurang panjang untuk memadamkan api dalam peristiwa kebakaran yang tiba-tiba memanjang sendiri lewat doa; melihat wajah Yesus di awan.” Semua berita-berita ini merupakan berita-berita yang tidak mendasar dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Biasanya menekankan suatu berita yang heboh dan sensasional.
- Folk Theologian : Seseorang yang menerima pemahaman teologi tanpa kritik (menerima apa adanya) dan tidak mencerminkan kebenaran yang seharusnya. Orang ini membangun pemahaman teologinya menurut tradisi atau dongeng-dongeng religi yang biasanya diturunkan turun-temurun.
- Contoh : Malaikat yang digambarkan dengan rupa wanita muda yang cantik dan bersayap. Dalam alkitab, malaikat selalu digambarkan dengan seorang pria dan tidak memiliki sayap. Hanya Serafim dan Serubim, makhluk sorgawi yang disebutkan memiliki sayap. Gambaran tentang sorga. Setiap orang memiliki malaikat penjaga. Semua orang pada dasarnya adalah baik di dalam hatinya, dan lain sebagainya.
- Lay Theologian : Seseorang yang membangun pemahaman teologinya berbeda dari Tabloid dan Folk Theologian tetapi berdasarkan
- Merefleksikan konsep-konsep pengajaran teologi yang benar.
- Suka memformulasikan suatu sistim kepercayaan/iman yang membedakan antara doktrin yang penting dan tidak penting (essential vs non-essential).
- Lebih kritis terhadap tradisi-tradisi yang tidak memiliki dasar yang kuat.
- Mau belajar (menggunakan study tools).
- Ministerial Theologian : Seorang Lay Theologian yang membangun pemahaman teologinya (tidak sama dengan Lay Theologian) tetapi berdasarkan:
- Terdidik di dalam metode teologi.
- Mampu menggunakan sumber-sumber pengetahuan yang lebih efektif.
- Sanggup secara terbuka melakukan kritik pribadi terhadap hentuk-bentuk yang berseberangan.
- Intensif di dalam memberikan waktu yang lebih banyak dalam merefleksikan sehingga dapat berteologi secara integrasi.
- Profesional Theologian : Seseorang yang membangun pemahaman teologinya sepenuh waktu. Biasanya mereka memiliki ciri-ciri:
- Dengan sengaja mengarahkan tujuannya kepada Lay dan Pastoral Theologian.
- Melakukan penelitian-penelitian praktis.
- Secara kritis mengevaluasi pergerakan teologi yang umum (tren yang terjadi) dan folk theologi.
- Seringkali Professional Theologian dituduh “mematikan kuasa Roh Kudus.” Menurut Anda, siapa yang biasanya melakukan tuduhan seperti ini? Mereka adalah orang-orang yang tidak mau terlibat dalam pembelajaran teologi. Roh Kudus selalu bekerja dengan cara memberikan hikmat dan pengertian (iluminasi) dari kebenaran-kebenaran yang dinyatakan di dalam Firman Tuhan. Dan ini hanya dapat diperoleh lewat program-program pendidikan yang terencana denganbaik.
- Academic Theologian : Seorang Profesional Theologian yang membangun pemahaman teologinya dengan spekulasi yang berlebihan dan semangat untuk mengkritik. Perdebatannya biasanya datang hanya dengan para teolog lainnya. Biasanya disebut dengan “Ivory Tower Theology.” (teologi “Menara gading”). Apa contoh-contoh dari Academic Theology ini? Menurut Anda mengapa seseorang mau menjadi seorang Academic Theologian? Orang seperti ini menganggap hanya dirinyalah yang paling benar dan menganggap orang yang memiliki pandangan yang berbeda sebagai sebuah kesesatan.
“Teologi adalah untuk semua orang. Malahan, setiap orang harus menjadi seorang teolog. Dalam realitanya, setiap orang adalah seorang teolog dari segi satu sisi atau lainnya. Dan diantaranya itu terdapat permasalahan. Tidak ada salahnya menjadi seorang teolog yang amatiran ataau seorang teolog yang professional; tetapi sangat salah jika menjadi seorang yang tidak peduli terhadap teologi atau menjadi seorang yang memiliki teologi yang buruk.” – Charles Ryrie –
Bagaimana kita berteologi setiap hari? Atau dengan kata lain, Bagaimana pemahaman teologia kita mempengaruhi kehidupan rutinitas kita sehari-hari.
-
-
- Saat kita berpikir tentang Allah.
- Saat kita membagikan injil.
- Saat kita menafsirkan Alkitab.
- Saat kita sedang sakit.
- Saat kita mempertahankan iman percaya kita.
- Saat kita merencanakan masa depan kita.
- Saat kita menentukan arah pendidikan kita.
- Saat kita melakukan pemilu.
- Saat kita menghadapi dosa dalam hidup kita.
- Saat kita memutuskan untuk menikah, dst….
-
Dari ke-enam area berteologi ini, hanya tiga area yaitu Lay, Ministerial dan Profesional Theologian yang dapat dikatakan melakukan teologi dengan bertanggung jawab. Illustrasi di bawah ini menunjukkan posisi dari ke-enam area berteologi. Semakin ke arah kiri (Tabloid), seseorang semakin bersifat naif, masa bodoh dan tidak peduli terhadap kebenaran dan membuka lebar pintu pikiran dan menerima setiap informasi tanpa menguji kebenarannya. Lebih suka dengan berita-berita yang sensasional dan menghebohkan.
Sedangkan semakin ke arah kanan (Academic Theologian), seseorang semakin bersikap skeptical, menutup diri dari orang lain dan menganggap dirinyalah yang paling benar dan menuduh orang yang berpandangan lain sebagai ajaran yang sesat atau menyimpang. Sikap yang terlalu kritis dalam artian menyalahkan pandangan yang berbeda dengan dirinya.
Ketiga area inilah: Lay, Ministerial dan Profesional Teologian yang dikatakan berteologi dengan bertanggung jawab.
Credo ut intelligam
“Aku percaya agar aku mengerti”
ini adalah ungkapan dalam bahasa Latin oleh Augustine yang kemudian dipopularkan oleh Well Anselm dari Canterbury (1033-1109). Ungkapan lengkap dari Augustine adalah “I don’t understand so that I might believe, but I believe so that I might understand” (saya tidak mengerti supaya saya dapat percaya dan saya percaya supaya saya dapat mengerti.) Pandangan ini memberikan penekanan terhadap prioritas dan kebutuhan iman orang Kristen untuk mengejar pemahaman intelektual. Seseorang tidak dapat dengan benar dan dengan penuh mengerti permasalahan kerohanian jika ia tidak, pertama kali, percaya bahwa hal itu adalah benar.
Fides quaerens intellectum
“Iman mencari pengertian”
Ini adalah ungkapan dalam bahasa Latin yang dibuat oleh Anselm dari Canterbury (1033-1109) yang berarti “Faith seeking understanding” (Iman mencari pengertian). Ini merupakan definisi teologi yang mula-mula, dimulai dari asumsi bahwa kita adalah orang percaya dan dengan demikian kita harus mencari pengertian supaya dapat mengerti iman percaya kita dengan lebih baik.